SUARA mesin Sebu di tambang inkonvensi dekat Jembatan Kolong Kepoh Kelurahan Surya Timur Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka memiliki sebuah cerita.
Seorang pekerja tambang, Bujang (50) dulunya pedagang sayur di pasar Induk Sungailiat Bangka mengaku galau menghadapi tuntutan hidup ditengah pandemi CIVID-19. Bisa dibilang Dia salah satu warga Bangka yang ikut terkena dampak pandemi COVID-19.
Bapak lima anak ini terpaksa meninggalkan pekerjaan yang dia tekuni selama belasan tahun dan memilih menjadi pekerja tambang sejak tiga bulan terakhir. Hal ini dia lakukan semata – mata untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, tidak lebih.
Ditemui suarabangka.com dilokasi, Bujang yang saat itu mengenakan pakaian kemeja dan sependek pendek terlihat sedikit kumal (kotor..red). Wajah dan lengannya yang hitam menunjukan jika pria paruh baya ini seorang pekerja keras. Namun hal itu bukan sebuah rintangan bagi Bujang dalam mencari nafkah dengan cara halal.
“Kalau dulu saya berdua istri jualan sayur di Pasar Induk Sungailiat Pak. Sebelum COVID-19 setiap hari bisa menghasilkan uang Rp300.000 – Rp450.000 tapi sekarang sejak COVID-19 untuk mendapatkan uang Rp100.000 saja susah. Terpaksa harus bekerja seperti ini,”ujar Bujang, Rabu (11/8/2021).
Bujang juga menyadari tidak sedikit masyarakat beranggapan penambang sebagai orang yang merusak lingkungan. Namun Dia berasumsi tak semua penambang itu orang yang merusak karena mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
“Disini kita hanya kerja dan mendapatkan upah dalam satu kilogram timah Rp35.000. Kalau status lahan ini milik pribadi. Cukup untuk makan anak istri saja Alhamdulillah, “tuturnya. (gl)