Catatan Iwan Piliang
(Jurnalis Senior)
Hari memperingati Perjuangan Perempuan ke-93 tahun, tepatnya.
Ya, kemarin.
Kemarin itu, bertepatan dengan rilis Kedutaan Arab Saudi di Jakarta di mana Dubesnya di Indonesia menghimbau agar secepatnya membuka lagi pengiriman TKW ke sana.
Saya tak bosan mengulang kalimat Alm., Zia Ul Haq, PM Pakistan, kepada Alm., Raja Fhad, Arab Saudi, “Kami tak mengirim perempuan kami bekerja ke luar negeri karena kami yakin tak mampu melindungi kehormatannya.”
Pakistan lebih miskin dari Indonesia. Mereka berdignity.
Karenanya ke seorang Capres 2014 di Mekah saya kisahkan tutur kata Zia Ul Haq itu. Dan saya harap ia menghentikan pengiriman TKW, sambil saya tambahkan kalimat: Citra kita di Jazirah Arab terindikasi negeri babu – – maaf saya memang sengaja memilih diksi ini – – gampang digauli.
Saya ditanya balik dari mana pengganti DEVISA. Saya jawab: urus penggelapan pajak pola transfer pricing terindikasi lebih Rp 1000 triliun setahun, jika perlu bentuk badan penyidik pajak, gaji 48 hakim pengadilan pajak bila perlu Rp 2 miliar seorang setiap bulan, kerja benar.
Indikasi transfer pricing pada 2005 saja Rp 1.300 triliun, buktikan 30% saja sudah empat lima kali lipat dari devisa TKW/TKI di 2005 itu.
Kini sudah dibentuk seksi transfer pricing, sesuai zoom meeting ihwal ini pada Agustu 2001 lalu, setelah saya konsisten menyuarakan transfer pricing(TP) di DJP, Kemenkeu., bertahun-tahun.
Sayang zoom itu tertutup.
Warga Twitter meminta terbuka.
Saya sendiri bicara lawan 18 orang pemerintah. Sudah bisa diduga indikasi saya: mereka hanya ingin menakar sejauh mana pemahaman seorang Iwan Piliang ini soal TP.
Dugaan saya dibentuk badan apapun soal TP, kalau di parlemen mereka pemerintah seperti dihambat, mana jalan?
Perihal itu saya buktikan ketika sempat Achsanul Qosasi, saat di Komisi IX DPR RI, kini salah satu Ketua BPK, membuat FGD soal TP. Saya salah satu pemapar di Sekretarit DPR RI.
Di parlemen topik TP itu mendem juga. Dan jika indikasi oligarki fulus mulus di trias politika ini masih tajam, TP akan melempem selalu.
Pun di alam wasit terindikasi menjadi pemain, kini menjadi terindikasi tajam seperti di Kementrian BUMN di mana sang menteri diduga bertemali dengan dugaan persoalan TP grup perusahan Sang Kakak, Boy Tohir, dipastikan mana akan berproses kasusnya. Menguap. Sekadar satu contoh.
Kekayaan negara seakan bisa diraih namun faktanya masih di awang-awang. Itulah yang terjadi kini, walaupun DJP, Kemenkeu, bekerja, hasil bisa diduga SEAKAN-AKAN. Bisa seakan bekerja dibentuk ini itu, wong di parlemen terindikasi dijegal, mana bisa hakim pajak tajam?
Maka Menkeu pening kepala meningkatkan pajak pendapatan dari mana lagi, membuka lapangan kerja apa lagi? Sementara tegak berdiri di tanah emas negeri dari ujung Bukit Barisan hingga puncak Jaya Papua. Bak kentut aroma kaya nyata, tak bisa dipegang.
Saya kaget mendengar Dubes Arab Saudi bilang sudah lebih 300 perusahan PJ TKI siap mengirim TKW kembali ke sana. Akan tetapi Covid. Makanya kini ia berharap kirim segera.
Saya tetap konsisten hentikan. Bekukan saja. Jangan kirim TKW ke Arab Saudi.
Kalau tetap mau mengirim TKW belajar kepada Untung Wiyono, 2008. Kala ia jadi Bupati Sragen, ia ubah TKW dikirim bukan kelas pembantu, tetapi, awalnya 2008 itu, ia mengirim 20 orang tenaga kasir untuk Lulu Departemen Store. Bisa dikonfirmasi kepada Wahid Supriyadi kala itu masih Dubes di UAE, kini telah pensiun, terakhir Dubes di Rusia.
Beberapa advokasi kasus tentang TKW di Arab Saudi saya ikuti. Kala Pak Wahid di UAE, akhir 2008, awal 2009, saya punya pengalaman memulangkan Ziyad. Total 33 hari urusan di UAE, dari sana saya verifikasi bagaimana katanya TKW, tapi terindikasi menjalani prostitusi terselubung di Abu Dhabi. Mereka yang di sana paham bagaimana pangkalan di sebuah restoran. Agaknya karena hal itulah antara lain kita dicitrakan: babu gampang digauli.
Bukan saja di Jazirah Arab saya satu dua ikut advokasi ihwal TKW/TKI. Ketika Wilfrida di Kelantan, Malaysia, terancam hukuman mati, saya berinisiatif mencari kawan di KL. Maka bertemulah sosok pengusaha muda Chairul Anhar. Ia membantu mencarikan pengacara. Bertepatan kala itu Prabowo Subianto kini Menhan sedang kampanye Pilpres, ia sampai datang ke persidangan Wilfrida, turut advokasi, pakai private jet. Wilfrida akhirnya tak jadi dihukum mati.
Kala itu saya bercanda ke Chairul Anhar: kalau PS naik jet pribadi saya mau jalan darat dari Kelantan ke KL. Maka ia kirim Bentley terbarunya dengan supir. Saya dan Sandra IP menikmati perjalanan di tol dengan kecepatan lebih 200 km/jam, dalam hati kala itu saya berkata uang tak bohong, mobil seharga Rp 10 miliar, nyaman sekencang apapun.
Perhatian keinsanan di negeri kita ini kadang tak murni memuliakan ketulusan keinsanan. Contohnya Wilfrida itu. Kalau jelang Pemilu, Pilpres semua akan berlomba peduli dugaan saya lagi-lagi bagaikan di kasus Transfer Pricing, saya ketemukan lagi diksi: SEAKAN, di kemanusiaan: SEAKAN Peduli. Langgam ini kian kental mulai 2022 hingga 2024 mendatang. Proses Pemilu dimulai. Pilpres.
Saya karena basisnya bukan kerja dadakan, sempat sampai ke Kampung Wilfrida. Kami ke Kupang dengan Sandra IP kala itu diajak Jumhur Hidayat di saat masih menjabat BNP2TKI. Kami takziah ke kampung wilfrida di mana ia tak bisa bertemua Ayahandany berpulang.
Juga setelah itu apa yang terjadi terhadap Wilfrida, pemilu usai, reda beritanya. Padahal Wilfrida tetap harus menjalankan hukuman penjara dari 2015, walau tak jadi hukuman mati. Ini kisah pnjang novel besar tersendiri.
Agar Tuan Puan maklumi, Wlfrida, baru saja bisa pulang ke kampungnya Mei tahun ini. Ya baru Pada 20 Mei 2021, baru bebas.
Jebakan seakan-akan: sekaan peduli, seakan bekerja seperti di ranah TP, membuat kita memang tetap miskin.
Miskin materi miskin hati.
Secara kaffah memang kalau rendah hati pada-pada, akui saja kita ini dominan salah kaprah.
Pancasila dimana?
Trias Politika dimana?
Ah jadi panjang padahal saya cuma mau bilang: Tetap Hentikan Kirim TKW ke Jazirah Arab. (*)