Menggali Kearifan Lokal

Catatan Fithrorozi
Budayawan Belitung

Setidaknya ada empat alasan UNESCO menetapkan suatu warisan dunia yang terkait dengan budaya yakni sain ( etnosain), pendidikan (pola asuh, petuah), air bersih dan sanitasi (pemali dan mitologi), penanganan perubahan iklim (daya pengamatan terhadap fenomena alam).

Ketika suatu wilayah diberi predikat geosite akan merujuk pada pilar tiga pilar geopark yakni geologi, budaya dan budaya tetapi UNESCO menginginkan geopark mendukung konsep Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Konsep SDGs ini sebenarnya menjadi bagian kearifan lokal. Di Geosite Gunung Kubing masyarakat menjaga hutan karena sumber makanan bagi madu. Bagaimana madu bisa dipanen sepanjang musim karena pengetahuan dan kearifan.

Baca Juga  Tambang Pondi 'Minta' Tumbal, Dua Penambang Tewas Tertimbun

Di Tanjung Rusa, terdapat petuah yang merujuk adab menyajikan makanan dan tradisi yang mengacu pada logika bertahan dan berkelanjutan. Dimana di atas perapian digantungkan ikan pari agar dimasa paceklik melaut, pari kering bisa dimasak gangan rias.

Di Pulau Seliu kecerdasan lokal terhap cuaca menjadi penting karena berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Nelayan merujuk pada bintang, langit ketika melaut. Di Linsum Kawai atau Desa Simpang Rusa secara umum peran masyarakat cukup baik. Kepala desa bahkan menginginkan adanya hutan adat.

Baca Juga  Sengketa Lahan Pemakaman di Srimenanti Belum Tuntas

Potensi geosite baru ini selaras dengan empat pilar SDGs (pilar sosial, ekonomi, lingkungan dan pilar hukum dan tata kelola).

Hanya saja budaya kurang mendapatkan porsi berimbang. Karena geopark mendasari standing value berdasarkan geologi.

Namun paling tidak adanya geosite ini akan memberi ruang bagi pemuliaan dan tujuan revitalisasi budaya lokal.

Sepanjang orientasi tidak melulu fisik karena budaya bicara nilai. Ekonomi penting tetapi yang diingatkan adalah ekonomi ” nok berekat”. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *