Oleh : Yudi Dwiansyah Septiawan
Korsu Maritim BEM SI/Presma IAIN Babel
Akhir – akhir ini banyak sekali terjadi permasalahan diantara Masyarakat, Pemerintah dan lingkungan. Seperti di Bangka Belitung kasus yang terjadi yaitu Konflik tambang laut yang ada di laut Matras – Pesaren, Kabupaten Bangka.
Konflik ini terjadi berawal dari adanya tambang laut yang dilakukan oleh PT.Timah,Tbk dan mitranya. Tercatat sejak tahun 2015 jenis kapal keruk berusaha masuk ke perairan matras namun berhasil dihalangi.
Pada tahun 2017 adanya gejolak terhadap rencana pembahasan PERDA RZWP-3-K namun masyarakat dan mahasiswa bersatu menolak Perda tersebut.
Tahun 2018 memang tidak ada KIP yang masuk ke perairan Matras – Pesaren, akan tetapi adanya rencana PIP yang akan masuk melalui perusahaan swasta dan pada akhir Desember 2019 terjadilah aksi demostrasi besar-besaran bersama Nelayan se- Bangka Belitung dibersamai oleh Mahasiswa dan organisasi lingkungan hidup dalam menolak PERDA RZWP-3-K didepan kantor DPRD Provinsi Kep. Bangka Belitung.
Diadakan aksi tersebut bukan tanpa alasan itu adalah wujud pembelaan mereka dalam mempertahakan kelestarian laut untuk keberlangsungan hidup dan ekosistem lautnya.
Kenapa Nelayan Babel Harus Diselamatkan ?
Pada Tanggal 12 Juli 2021 nelayan bersama dengan warga melakukan aksi turun ke laut dengan menggunakan perahu untuk tujuan memblokade laut dalam memprotes kegiatan penambangan di Laut Bedukang dan Laut Tuing.
Aksi tersebut terjadi sebagai bentuk protes terhadap surat secara sepihak yang dikeluarkan oleh PT. Timah Tbk mengenai pemberitahuan kegiatan operasional penambangan laut yang akan dilakukan di laut Bedukang dan Laut Tuing yang merupakan wilayah tangkap mereka, padahal rencana tersebut sudah ditolak keras oleh pihak warga dan nelayan.
11 Juli 2021 Nelayan melalui organisasi Nelayan Tradisional Peduli Lingkungan (NTPL) sudah mengirimkan surat protes terhadap Gubernur Babel atas masuknya KIP di Laut Bedukang dan Laut Tuing, namun tidak ada respon sama sekali terkait hal itu.
Saat aksi tersebut warga berhasil menduduki Kapal Isap Produksi (KIP) milik mitra PT.Timah Tbk yaitu PT. Tirtamas Bangka Lestari dengan nama lambung kapal KIP Citra Bangka Lestari dan menuntut Gubernur Babel untuk mengabulkan tuntutan mereka yaitu penghentian penambangan di luat Bedukang dan Laut Tuing, akan tetapi hingga tanggal 14 Juli pihak Gubernur tidak memberikan tanggapan sama sekali sehingga pihak nelayan memilih mengalah dan turun sebab desakan dari aparat.
Pada tanggal 19 Juli 2021, dilakukan pemanggilan oleh Subdit Gakkum Dit Polair Polda Kep. Babel dan Jatanras Ditreskrimum Polda Babel kepada 8 (delapan) orang masyarakat nelayan yang dianggap bertindak anarkis saat aksi penolakan tersebut.
Hingga akhirnya 7 orang dari 8 orang nelayan tersebut ditetapkan menjadi tersangka. Hingga saat ini, pemanggilan kepada nelayan terus terjadi, padahal nelayan hanya menuntut keadilan dan upaya untuk menjaga kelestarian laut tangkap mereka yang digunakan sebagai mata pencaharian para nelayan!
Kenapa Kita Harus Bersolidaritas ?
Aksi yang dilakukan nelayan tersebut merupakan bentuk protes terhadap Pemerintah Babel, Kabupaten Bangka, PT. Timah Tbk dan pihak-pihak terkait dalam rangka menjaga kelestarian ekologi laut dan mempertahankan wilayah tangkap mereka.
Aksi tersebut terjadi spontanitas karena surat sepihak oleh PT. Timah Tbk. Keberadaan KIP tersebut akan merusak lumbung ikan bagi lebih 2000 nelayan kecil dari Matras sampai Pesaren sehingga nelayan dengan tegas menolak izin operasional KIP tersebut.
Nelayan yang melakukan aksi tersebut merupakan para pejuang lingkungan yang hanya ingin mempertahankan wilayah tangkap mereka dan berupaya untuk menjaga kelestarian laut di perairan Bedukang dan Tuing. Akan tetapi mereka justru ditangkap dengan dalil Pengrusakan dan Penganiayaan dengan pasal 170 ayat 1, 2 dan Pasal 140 KUHP Pidana.
Padahal dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 60 Ayat 2 Poin B tertera bahwa masyarakat berkewajiban menjaga, melindungi dan memelihara kelesatarian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan di Ayat 1 Poin H Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan yang sudah diumumkan dalam waktu tertentu.
Dalam hal ini masyarakat hanya menjalankan kewajiban dan hak mereka dalam menjaga kelestarian laut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Bahwasannya Perlindungan Lingkungan Laut adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan Sumber Daya Kelautan dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan di laut, meliputi konservasi laut, pengendalian pencemaran laut, penanggulan bencana kelautan, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta kerusakan dan bencana.
Dalam pasal 55 Ayat 1 dijelaskan bahwasannya pemerintah dan pemerintah daaerah wajib menyelenggarakan sistem pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan laut. Namun Naas nya mereka harus ditangkap karena dianggap anarkis.
Menentangnya masyarakat terhadap pertambangan laut bukan tanpa alasan tetapi mereka mempertahakan lingkungan yang menjadi sumber kehidupan mereka yang sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah sebagai daya dukung untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dan jika pertambangan laut tetap dilakukan dan terjadi masalah dengan lingkungan dan ekosistemnya maka berdampak besar nya kepada mereka yang membuat mereka sulit untuk mencari nafkah serta membuat rusak nya ekosistem laut.
Oleh karena itu kita sesama manusia harus bersolidaritas terhadap warga dan nelayan Babel yang sedang berjuang untuk menjaga laut mereka dari hal-hal yang dapat merusak keberlangsungan dan kelestariannya.
Apa Saja Tuntutan kita ?
Berdasarkan kronologi dan narasi di atas, maka ada beberapa hal yang harus diperjuangkan dalam rangka bersolidaritas dan menjaga kelestarian laut Babel terutama di Laut Bedukang dan Laut Tuing, Yaitu :
1. Menuntut Gubernur Babel dan Bupati Bangka untuk segera merespon dan menyelesaikan konflik yang terjadi.
2 Mendesak PT. Timah Tbk dan pihak penutut untuk mencabut tuntutan kepada para nelayan tersebut.
3. Menuntut Kementerian ESDM RI untuk memenuhi tuntutan nelayan yang menginginkan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Matras sampai Pesaren dan wilayah konflik tersebut.
4. Menuntut Pihak Kepolisian Daerah Bangka Belitung untuk bertindak kooperatif dan adil dalam mengawal tuntutan nelayan.
Demikian tuntutan tersebut disampaikan agar dapat menjadi bahan pertimbangan dan segera untuk dipenuhi dalam tempo waktu sesingkat-singkatnya. (**)

