PANGKALPINANG – Pemanfaatan data proyeksi penduduk yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi dasar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Bangka Belitung (Kep. Babel), guna penyusunan kebijakan untuk mencapai sasaran pembangunan di Negeri Serumpun Sebalai, utamanya dalam menghadapi tantangan bonus demografi.
Hal ini diungkapkan Penjabat (Pj) Gubernur Kep. Babel Suganda Pandapotan Pasaribu, saat menjadi keynote speaker pada kegiatan “Sosialisasi Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota 2020-2035 Hasil Sensus Penduduk 2020 Proyeksi Kepulauan Bangka Belitung” yang diselenggarakan di Swiss-Belhotel, Senin (31/7/2023).
Kegiatan sosialisasi yang dihadiri oleh stakeholder terkait dari dinas/instansi/lembaga di lingkungan Pemprov. Kep. Babel maupun akademisi ini, mengusung tema “Proyeksi Penduduk sebagai Teropong Pembangunan Kepulauan Bangka Belitung yang lebih Terarah dan Terencana”.
“Bonus demografi ibarat pisau bermata dua, di satu sisi dengan penduduk usia produktif, Kep. Babel akan memiliki jumlah tenaga kerja yang melimpah, serta akan berpengaruh pada pendapatan perkapita. Namun, di sisi lain, ini bisa menjadi ancaman jika kita tidak mampu mempersiapkan kebijakan terkait bonus demografi ini,” ungkapnya.
Dirinya menuturkan, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi agar manfaat bonus demografi ini bisa diperoleh, antara lain dengan peningkatan kesehatan prima sebelum memasuki usia produktif, menciptakan tenaga kerja yang adaptif, dan kompetitif, lansia yang produktif, serta menabung, dan berinvestasi.
Untuk itu, dalam menyusun rencana kebijakan dibutuhkan komitmen yang kuat dan kolaborasi. Terlebih, dari hasil data proyeksi yang telah dirilis BPS, didapati pula peluang bonus demografi di Kep. Babel juga diiringi dengan meningkatnya penduduk usia lanjut.
“Oleh karena itu perlu implikasi beberapa kebijakan yang perlu direspons, yakni mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang, dan menutup kesenjangan, dan ketertinggalan kualitas sumber daya manusia,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPS Kep. Babel Toto Haryanto Silitonga mengungkapkan, data proyeksi ini bertujuan untuk memperkirakan bagaimana populasi Indonesia nanti sampai 2035.
“Bagaimana proporsi usia produktif yang berusia terutama 15-65 tahun. Jadi, di tahun 2035 nanti ternyata kita melihat terjadi perubahan usia produktif dari 70 menjadi 67. Jadi, yang berubah adalah usia non produktif terutama usia tua itu semakin meningkat,” katanya.
“Nah, ini yang disebut dengan beban ketergantungan kita 47 persen, dalam artian dalam 100 orang yang produktif akan menanggung 47 orang yang non produktif. Usia non produktif itu termasuk usia 0-14 tahun, dan lainnya adalah usia 65 tahun ke atas (lansia). Melalui data proyeksi ini kita ingin melihat kebijakan apa yang inhin dibangun oleh pemerintah, terutama bonus demografi,” ujar Toto menambahkan.
Khusus Kep. Babel, diungkapkan Toto Haryanto, pada 2035 ternyata usia produktifnya mulai berkurang. Pada 2020 misalnya. Disebutkan Toto, dari 100 hanya ada 70 yang produktif, sedangkan pada 2035, dari 100 hanya 67 yang produktif, sisanya non produktif.
“Nah, ini indikasi kita harus mempersiapkan kebijakan, walaupun dari aspek kesehatan itu sangat baik, karena usia harapan hidup kita baik. Namun, di sisi lain dari kita harus mengatasi beban ketergantungan tersebut,” katanya. (***)