WALHI Babel: 27 Orang Tewas Akibat Kecelakaan Tambang, Ribuan Kolong Belum Direklamasi

PANGKALPINANG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyoroti kerusakan alam dan lingkungan disebabkan aktivitas tambang timah illegal yang terjadi di Bumi Serumpun Sebalai.

Ketua Dewan Daerah Walhi Kepulauan Bangka Belitung, Yaknes Yuliana mengatakan, tambang timah illegal tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan tapi terus memakan korban.

“Berdasarkan data kompilasi Walhi Bangka Belitung sepanjang 2021-2023 terdapat 27 orang meninggal dunia akibat kecelakaan tambang, dan 20 orang mengalami luka-luka,”tegas Yaknes, Selasa (6/2/2024).

Baca Juga  Diduga Dianiaya, Wartawan Arya Lapor ke Polres Beltim

Tidak cuma itu, aktivitas penambangan timah illegal juga meninggalkan ribuan kolong yang belum di reklamasi sehingga terus memakan korban.

“Sepanjang tahun 2021-2023, tercatat ada 21 kasus tenggelam di kolong. Dari 15 korban yang meninggal dunia, 12 diantaranya merupakan anak-anak hingga remaja dengan rentang usia 7-20 tahun,”jelas Yaknes.

Yaknes menjelaskan hingga saat ini di Kepulauan Bangka Belitung, ada ribuan kolong yang belum di reklamasi.

Berdasarkan dokumen IKPLHD tahun 2021, hasil inventarisasi data kolong oleh Balai
PengelolaanDaerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung [BPDASHL] Baturusa – Cerucuk pada
tahun 2018 menyatakan jumlah kolong yang tersebar di semua wilayah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung terdiri atas 12. 607 kolong dengan total luasan 15.579,747 hektare.

Baca Juga  Repnas: Pilpres Sekali Putaran Momentum Menjaga Pertumbuhan Ekonomi Dalam Negeri

Disisi lain, kandungan logam berat di air dan sedimen yang ada di sekitar daerah pertambangan turut mempengaruhi, dimana anak-anak menjadi rentan menderita penyakit kulit, diare, malaria, demah berdarah.

Bahkan akibat paparan logam berat atau radiasi dalam jangka panjang akan menyebabkan penyakit syaraf.

Walhi juga mencatat sepanjang 2021-2023, konflik satwa dengan manusia terus meningkat.

Terganggunya habitat satwa akibat aktivitas ekstraksi sumberdaya alam menyebabkan banyak kasus serangan buaya.

Ada 25 orang yang menjadi korban serangan buaya, 14 diantaranya meninggal dunia,”Kat Yaknes

Baca Juga  Si "Raksasa" itu Akhirnya Tumbang: Aktivis, Netizen Murka

“Jika terus dilanjutkan (aktivitas ekstraktif), tinggal menunggu saja, akan lahir generasi ekstraktif di Bangka Belitung, yang abai akan kelestarian lingkungan, dan hanya berorientasi pada ekonomi,”jelasnya. (wah)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *