Batalkan Kenaikan NJOP

Dampak kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Kota Pangkalpinang dapat dipastikan harga tanah melambung. Rakyat terutama kalangan bawah akan semakin sulit membeli tanah kavling atau bahkan perumahan kelas subsidi.

Padahal rakyat berpenghasilan rendah alias ‘wong cilik’ adalah konsumen terbesarnya. Sektor ekonomi lainnya pun terganggu.

Sebab naiknya NOJP pasti diikuti dengan naiknya harga tanah dan harga perumahan.

Selain itu, sudah barang pasti kenaikan ini akan diikuti pula kenaikan harga property lainnya, sewa property dan efek domino lainnya.

Kenaikan ini akan menjauhkan para investor untuk berinvestasi di Pangkalpinang. Bahkan investasi yang sudah berjalan terutama di sektor property semakin terbebani sebab harus mengeluarkan biaya tambahan.

Hal ini akan semakin memberatkan pengusaha dan masyarakat yang sejak dua tahun terakhir terseok akibat dihantam badai pandemi covid-19.

Baca Juga  28 Januari Batik Air Terbang Perdana Jakarta-Pangkalpinang, PJ Gubernur Safrizal Berharap dapat Menekan Inflasi

Padahal Pemerintah Kota Pangkalpinang sedang gencar-gencarnya berupaya menarik investasi untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang beberapa tahun terakhir tekor.

Memang menaikkan NJOP adalah jalan pintas yang paling mudah dilakukan. Tapi kebijakan ini justru akan semakin menguatkan publik bahwa Pemerintah Pangkalpinang sudah kehabisan akal dan daya kreatifitas untuk menaikkan pundi-pundi PAD.

Setelah gaduh, muncul istilah relaksasi. Tak jelas pula apa maksudnya dan dari mana asal usul istilah ini tiba-tiba muncul. Padahal, rakyat pun tahu ini hanyalah retorika murahan. Kenaikan, penyesuaian, relaksasi sama saja. Intinya naik.

Kebijan tak populis ini sangat tidak transparan dan terkesan tergesa-gesa. Buktinya hingga kini jangankan rakyat kebanyakan, DPRD Pangkalpinang saja tak pernah melihat Peraturan Walikota (Perwako) dan SK tentang kenaikan NJOP itu.

Baca Juga  Tok! Raperda APBD-P 2021 Disahkan, Gubernur Terima Masukan Legeslatif

Padahal keduanya adalah peraturan turunan dari Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 dan Perda Nomor 2 Tahun 2017.

Disana diatur dasar kenaikan PBB adalah NJOP, dimana penetapannya diatur melalui Perwako.

Perwako menjadi dasar Bakuda mencetak SPPT PBB P2. Sangat naif jika Bakuda mencetak SPPT tanpa dasar atau payung hukum.

DPRD pun tidak diajak bicara, kecuali ketika rakyat banyak yang protes.

Istilah sering berubah-ubah, kriteria kenaikan pun terkesan ditetapkan sepihak bahkan tidak jelas. Maka tak heran pikiran liar masyarakat terus berkembang menduga-duga ada apa dibalik kenaikan NJOP.

Memang secara normatif Pemkot beralasan kebijakan ini untuk menaikkan PAD. Tapi apakah benar seratus persen demikian?

Sebab publik punya alasan untuk curiga. Selain sangat memberatkan masyarakat, sejak awal kebijakan ini sangat prematur dan terkesan dipaksakan. Jadi sudah cacat sejak awal.

Baca Juga  Kejati Babel Tanpa Kado Spesial

Memasuki tahun ketiga pandemi Covid-19 ekonomi rakyat baru mulai menggeliat. Triwulan pertama 2022, angka penyebaran virus itu di Pangkalpinang naik tajam.

Jika kebijakan tak populis ini tetap dilanjutkan maka bisa memicu perlawanan rakyat semakin meluas dan terbuka.

Hal ini bisa menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah Pangkalpinang semakin merosot. Roda pemerintahan pun bisa terganggu.

Ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk menaikkan PAD. Contohnya saja memberikan insentif bagi investasi, efisiensi di segala bidang, melaksanakan proyek dengan skala prioritas yang menyentuh langsung bagi kepentingan masyarakat kebanyakan.

Dari pada bikin gaduh, investasi terhambat, investor bisa lari, apalagi di tengah situasi pandemi covid-19 yang terus naik, rakyat tengah susah, lebih baik Pemerintah Kota Pangkalpinang membatalkan saja kenaikan NJOP. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *