Ketua MK: Penegakan Hukum Tidak Selalu Sama dengan Penegakan Keadilan

KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi narasumber dalam acara Silaturrahmi dan Tausiah Kebangsaan dengan tema “Penataan Hukum Nasional untuk Indonesia yang Berkemajuan dan Berkeadilan, Refleksi Penanganan Kasus-Kasus Hukum di Mahkamah Konstitusi”, Kamis (19/8/2021) malam. Acara yang digelar di Pendopo Kantor Walikota Mataram ini dihadiri Walikota Mataram H. Mohan Roliskan, Ketua DPRD Kota Mataram Didi Sumardi, dan 40 peserta.

Dalam kesempatan itu, Anwar memaparkan kewajiban Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung (MA) serta jajaran di bawahnya berdasar Undang-Undang Dasar (UUD) pasca amendemen. Anwar menegaskan, MK dan MA tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga menegakkan keadilan. Menurut Anwar, hal tersebut juga ditegaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 58 yang memerintahkan kepada manusia untuk menghukum secara adil, bukan sekedar menghukum sesuai aturan.

Baca Juga  JMSI Ditetapkan Sebagai Konstituen Dewan Pers

“Penegakan hukum tidak selalu sama dengan penegakan keadilan. Menegakkan hukum belum tentu menegakkan keadilan. Oleh karena itu, pengadilan yang paling tinggi adalah pengadilan hati, karena keadilan dapat dirasakan oleh hati” jelas Anwar.

Selanjutnya Anwar menguraikan kewenangan MK yang diberikan oleh UUD 1945 dalam pengujian undang-undang (UU). Anwar menyatakan, sebuah UU hasil kerja 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden dibantu dengan para menterinya yang dibahas selama berbulan-bulan, bisa dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi hanya oleh permohonan seorang warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar akibat berlakunya suatu UU.

Kewenangan MK berikutnya yang diberikan oleh UUD 1945 adalah memutus pembubaran partai politik. Anwar mengungkapkan, pada masa lalu pernah ada partai politik yang diminta Presiden untuk membubarkan diri. Setelah amendemen UUD 1945, pembubaran partai politik hanya dapat dilakukan di MK dengan permohonan yang diajukan oleh Presiden.

Baca Juga  Hutan atau Emas?

MK juga memiliki kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya disebut dalam UUD 1945. Misalnya, jika Presiden mengeluarkan aturan tentang kasasi, padahal kewenangan tersebut merupakan kewenangan MA.

Kewenangan keempat yang dimiliki oleh MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Kewenangan MK yang terakhir adalah memutus pendapat DPR, bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran menurut UUD.

Anwar mengatakan, untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sangat berat. Menurutnya, sebelum diajukan ke MK, DPR harus bersidang dengan dihadiri dua per tiga dari seluruh anggota DPR, dan dua per tiga anggota DPR yang hadir tersebut memberikan persetujuan. Setelah menyatakan pendapat Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah, maka DPR mengajukan kepada MK untuk dinilai apakah pendapat itu terbukti. Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden dinyatakan MK terbukti melakukan pelanggaran, putusan hukum itu akan diputus oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Baca Juga  BPK RI Perwakilan Babel Apresiasi Pemkot Pangkalpinang Serahkan LKPD Unaudited Lebih Cepat

Anwar dalam paparannya juga mengungkapkan beberapa putusan MK dalam menegakkan keadilan sosial. Antara lain dalam putusan UU Sumber Daya Air, UU APBN yang mengatur anggaran pendidikan, UU BPJS, dan beberapa UU lainnya. Namun demikian seperti MA dan lembaga peradilan di bawahnya, MK hanya dapat mengadili jika ada perkara yang masuk. (Humas MK)

Tinggalkan Balasan