Sidang Kedua Gugagatan UU Minerba Warga Matras, Nasib Selanjutnya Tergantung Hakim MK

JAKARTA – Juru Kuasa Hukum Penggugat UU Minerba Muhammad Isnur dalam sidang menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan perbaikan pokok gugatan, Senin (23/8/2021), siang.

Dalam keterangan tertulis yang disampaikan kuasa hukum pemohon kepada redaksi suarabangka.com, Selasa (24/8/2021), Isnur mengatakan perbaikan tersebut dilakukan sebagaimana yang dianjurkan oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di sidang pemeriksaan pendahuluan pada Senin, 9 Agustus 2021, lalu.

“Sidang kedua dengan agenda perbaikan, berlangsung kurang dari 30 menit itu dihadiri Tim Kuasa Hukum dan hakim Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, dan Suhartoyo,” katanya.

Seperti diketahui, pada saat Presiden Joko Widodo berulang tahun pada 21 Juni 2021, dua warga terdampak tambang dari Banyuwangi, Jawa Timur dan Bangka Belitung mengajukan JR UU Minerba. Dua pemohon lainnya adalah WALHI Eksekutif Nasional serta JATAM Kalimantan Timur.

Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Isnur menyatakan bahwa sidang permohonan JR Minerba ini akan sangat menentukan nasib bangsa ini karena terkait dengan penguasaan sumber daya alam dan pembangunan yang berkelanjutan sebagaimana dijamin dalam pasal 33 ayat 3 dan 4 UUD 1945.

Baca Juga  Simak! ini Cara Kementan Jaga Ketahanan Pangan di Era Pandemi dan Digital

Dengan kehadiran UU Minerba ini, kedaulatan negara mengelola sumber daya alamnya dirampas dan diserahkan kepada entitas bisnis bidang pertambangan batubara dan mineral. Negara melalui UU Minerba memberikan karpet merah kepada pelaku usaha bahwa pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) perusahaan diberikanjaminan perpanjangan menjadi Izin Usaha IUPK. Ini sangat berbahaya bagi keselamatan rakyat dan lingkungan.

Lebih lanjut Isnur menyatakan bahwa keberadaan UU minerba ini tidak pro pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan.

Keberadaan UU ini memberikan kekuasaan yang besar kepada sektor swasta
untuk mengelola bahkan mengeksploitasi sumber daya alam di negara ini, sehingga mengancam keselamatan lingkungan dan rakyat.

Faktanya watak khusus dari kegiatan industri pertambangan merupakan rangkaian kegiatan yang sistematis, kompleks, dan beresiko terhadap lingkungan seperti mengubah bentang alam, mencemari, dan merusak lingkungan hidup.

Dalam perbaikan permohonan Judicial Review (JR), kata Lasma Natalia, tim kuasa hukum pemohon juga memasukkan UU Cipta Kerja. Penambahan ini dalam konteks pasal 162 UU Minerba yang telah diubah dalam pasal 39 UU Cipta Kerja.

Baca Juga  PWI Pusat Terima Donasi PT PPA Buat Wartawan Terkena Covid

“Kami berharap kepada hakim bahwa permohonan JR UU Minerba harus masuk dalam pemeriksaan selanjutnya untuk mendengarkan keterangan Pemerintah, keterangan DPR sebagai pihak yang membentuk UU sampai dengan pengesahan, dan mendengar keterangan pihak terkait,” Lasma.

Juga yang sangat penting, lanjutnya, adalah mendengar keterangan saksi dan ahli. Hal ini harus dipenuhi hakim MK dalam proses sidang permohonan Uji Materi UU Minerba karena ini menyangkut nasib rakyat Indonesia, bukan saja warga di sekitar lokasi tambang tapi juga di sektor hilir industri ini,” kata Direktur LBH Bandung tersebut.

Dalam penutupan sidang, hakim menyebut bahwa mengenai permohonan Uji Materi ini akan ditentukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK, yang kemudian informasi kelanjutan sidang akan diumumkan oleh panitera.

Sementara dalam praktik lainnya, sidang kelengkapan permohonan menjadi momen kritis apakah hakim akan melanjutkan sidang atau justru menghentikannya melalui pembacaan putusan tanpa melakukan sidang selanjutnya pasca perbaikan permohonan.

Baca Juga  Gunakan Tipografi Nulshock, Inilah Karakter, Filosofi, dan Arti Logo HUT ke-3 JMSI

“Majelis hakim ini akan menentukan bagaimana nasib hak-hak warga bisa dihadirkan dengan meninjau ulang UU Minerba ini. Pada waktu bersamaan, warga yang kini juga terhimpit pandemi berharap keadilan bisa diwujudkan di batu uji terakhir. Putusan hakim usai sidang kedua ini akan menjawab bagaimana hukum bisa membawa rakyatnya menuju keadilan dan kesejahteraan, bukan kesengsaraan dan hilangnya hak-hak konstitusi,” tambah Lasma.

Karena itu, Judianto Simanjuntak, anggota tim kuasa hukum lainnya berharap kepada majelis hakim MK agar melihat permohonan ini dalam konteks kedaulatan Indonesia, untuk menyelamatkan pengelolaan sumber daya alam kepada negara yang bertujuan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat mandat pasal 33 UUD 1945.

Judianto berujar bahwa permohonan uji materi ini merupakan langkah terakhir dari rakyat karena sebelumnya suara dan aspirasi dari rakyat menolak UU minerba ini tidak didengar Pemerintah dan DPR.

“Kini, nasib UU minerba ini ada di majelis hakim MK. Seharusnya majelis hakim MK membuka hati nuraninya bahwa ada suara yang disampaikan rakyat untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran,” tutupnya. (fh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *