Muntok Geliatkan Wisata Seni Budaya Lewat MAF 2022, Ridwan Baca Puisi WS Rendra

Oleh: Fakhruddin Halim

“Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan//Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan…”

Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin membacakan puisi “Sajak Sebatang Lisong” tatkala menutup sambutannya saat pembukaan malam “Mentok Arts Festival 2022” (MAF 2022), di pelataran Museum Timah Indonesia Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Minggu malam, 4 September 2022.

Puisi ini dibacakan WS Rendra pada 19 Agustus 1977 di Institut Teknologi Bandung (ITB), yang notabene almamater Ridwan.

“Sajak Sebatang Lisong” dipersembahkan si “Burung Merak” kepada para mahasiswa ITB dan dibacakan di dalam salah satu adegan film “Yang Muda Yang Bercinta”, yang disutradarai oleh Sumandjaya.

Malam itu Ridwan seolah larut ke masa lalu. Masa lalu sebagai putra Muntok, masa lalu sebagai mahasiswa ITB.

Suasana terasa kental akan nuansa nostalgia dengan pameran foto budaya yang menyuguhkan foto Muntok di masa lalu. Sesuai dengan tajuk yang diusung yakni, “Pada Sediakala”.

MAF 2022 adalah wahana ekspresi berkesenian yang diinisiasi oleh Dewan Kesenian Bangka Barat.

Pegelaran ini dilangsungkan mulai dari tanggal 4 hingga 11 September 2022. Melibatkan sebanyak mungkin partisipasi pelaku seni, penggiat, pemerhati budaya, dan kelompok muda untuk ambil bagian dalam kegiatan ini.

Mengambil momentum hari jadi Kota Mentok ke-288. MAF sejatinya adalah pekan kebudayaan daerah.

Baca Juga  HUT Ke-7 Museum Kepresidenan Balai Kirti Gelar Seminar 'Tumbuh dan Berkembang untuk Kemasyhuran Negeri'

Muntok adalah kota tua, pusat pemerintahan di Pulau Bangka sebelum Kantor Keresidenan dipindahkan ke Kota Pangkalpinang.

Jejak-jejak kebudayaan masa lalu itu bisa ditelusuri melalui suguhan foto-foto yang dipamerkan bertajuk, “Mentok Punye Cerite”.

Tak hanya itu, ada pula Pasar Seni, Wannabe Night Festival, Diskusi Sastra “Kehilangan Mestika” karya Fatimah Delais (Hamidah).

Pengunjung juga bisa menyaksikan pemutaran film pendek “Ketangen” dan diskusi karya, pertunjukan teater, lomba menggambar “Ni Kotaku”, pementasan tari dan pertunjukan musik.

Agenda ini patut dilihat sebagai gerakan bersama memajukan seni budaya di daerah.

Tak hanya itu, sebanyak 12 pelaku UMKM produk seni ikut pula ambil bagian. Sebanyak 22 penampil, sekitar 100 pelaku seni daerah dan sekitar 50 volunter tak ketinggalan ikut menyukseskan perhelatan akbar ini.

Ketua Panitia MAF 2022, Haryo Suseno mengatakan banyaknya pihak yang terlibat, menjadi bukti kekuatan komunitas dalam menggalang kebersamaan.

“Mengenali kembali satu warisan budaya besar orang Indonesia; Gotong Royong.”

Hal ini tampak dari pemenuhan kebutuhan pendanaan kegiatan. Dari kebutuhan, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat hanya memfasilitasi sebesar 34 persen.

Sedangkan sisanya sebesar 66 persen disumbang oleh para pendukung acara termasuk para pelaku seni.

Acara ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan minat berkesenian, menggagas lahirnya ekosistem berkesenian yang kondusif, egaliter, dan humanis di Pulau Bangka.

Baca Juga  Pakai Ilmu Belitong, Doktor Ini "Terbang" di Padang Lumut

Pengunjung seperti diajak mengenang keindahan Kota Muntok yang kental dengan sejarah dan budayanya, mencintainya kembali sebagai tanah kelahiran, tempat tumbuh, dan barangkali tempat menutup mata.

***

Berkesenian pada hakekatnya adalah aktivitas berpikir, merasakan atas apa yang terjadi, lalu bersikap dengan beragam ekspresi. Maka tak heran puisi misalnya mengandung kritikan yang ditujukan kepada penguasa, dalam hal ini pemerintah.

Sebagaimana puisi WS Rendra sarat akan kritikan yang disampaikan dalam konteks sosial, khususnya pendidikan. Sangat jelas terlihat kesenjangan para penguasa dengan masyarakat.

Penguasa kerap dinilai membuat peraturan atau kebijakan yang sewenang-wenang. Sedangkan banyak anak yang tidak mampu menempuh pendidikan, serta masyarakat yang harus kesusahan mencari pekerjaan.

Kritik yang disampaikan kepada penguasa pun seolah tidak dihiraukan. Seperti Puisi “Sajak Sebatang Lisong” yang dibacakan Ridwan Djamaluddin malam itu.

Dikutip dari buku Kumpulan Esai Apresiasi Puisi (2018) karya Indra Intisa, berikut isi puisi Sajak Sebatang Lisong, karya W.S Rendra:

Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka

Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.

Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.

Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.

Baca Juga  Jangan Jual Fanatisme Buta, Tapi Harus Adu Program dan Hasil Kerja

Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.

Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.

Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.

Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan hanya menghayati persoalan yang nyata.

Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.

19 Agustus 1977

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *