Tertahan Boster di Senen

Catatan Fakhruddin Halim

PAGI ini, Minggu 20 November 2022, Kontingen Porwanas XIII Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dilepas secara resmi oleh Sekda Provinsi DR. H. Naziarto, SH. MH.

Kontingen bertolak ke Malang, Jawa Timur. Di ajang Porwanas Malang yang berlangsung 21-27 November, PWI Babel, setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya hanya memberangkatkan atlet dan ofisial untuk 7 Cabang Olahraga dari 10 Cabor yang dipertandingkan.

Untuk bisa memberangkatkan kontingen bukanlah perkara mudah. Butuh perjuangan dan dukungan banyak pihak. Sejumlah dukungan pun datang dalam berbagai bentuk. Tapi ada pula, jangankan sekedar doa. Yang ada justru suara sumbang yang menyakitkan. Tapi tak masalah. Barangkali itulah batas kemampuan nalarnya. Tantangan kadang datang dalam beragam bentuk yang tak terduga.

Dari bandar udara Soekarno Hatta, kontingen bergerak ke stasiun Kereta Api Senen. Tiket yang sudah dibeli sebelumnya secara online segera di chek in di Loket Senen. Sebagian sudah kelaparan. Senen sudah banyak berubah. Tak ada lagi deretan pedagang aneka makanan. Satu-satunya yang terlihat persis di samping loket waralaba franschise cepat saji.

Baca Juga  DPP PKHI Gandeng PWI Pusat Adakan Sosialisasi dan Pelatihan Hipnotis

Apa boleh buat segera saja diserbu. Harganya bukan kelas kaki lima, tapi berlipat.

Waktu keberangkatan sudah dekat, tiket beres. Dua petugas pintu masuk ruang tunggu menahan 8 orang anggota Kontingen.

“Maaf, tidak bisa. Harus sudah vaksin boster. Silakan besok datang lagi, ada vaksin. Hari ini Anda tidak bisa berangkat menumpang kereta api,” kata salah satu petugas.

Adu mulut pun tak terelakkan. Pokoknya harus bisa berangkat. Tidak sampai satu jam lagi jadwal kereta Jayabaya kelas Ekonomi berangkat.

Petugas tetap bertahan. “Tidak bisa, ini sudah aturan. Kami hanya menjalankan aturan. Naik kereta wajib boster,” katanya dingin.

Kontingen berkilah kalau memang harus sudah boster, mengapa pihak KA tidak menolak sejak awal?

Bukankah setiap tiket tercetak keterangan bahwa pemilik tiket sudah divaksin atau belum. Atau sudah divaksin ke berapa?

Baca Juga  Bupati Bangka Sarankan Pelaku UMKM Ajukan Hak Paten Produk Olahan

“Kami hanya menjalankan tugas, silakan tanyakan ke loket. Silakan dibatalkan tiketnya, sebentar lagi waktu pembatalan habis,” katanya dengan nada kesal.

Karuan saja kalang kabut. Setengah berlari beberapa anggota kontingen bergegas menuju loket yang jaraknya cukup jauh. Setelah mengambil nomor antrian, harap-harap cemas menunggu dipangil.

“Pokoknya kita batalkan dulu, nanti kita bicarakan apakah pengembalian uangnya tunai atau transfer. Kalau tunai sekitar 30 hari datang lagi ke sini (loket),” kata petugas pembatalan.

“Ini tinggal dua menit lagi, kalau lewat sedetik saja, gak bisa lagi dibatalkan. Tiket hangus,” lanjutnya.

Tak ada pilihan, ikut saja apa kata petugas perempuan itu. Setelah didiskusikan pilihan rasional pengembalian ditransfer lewat nomor rekening bank. Tapi tetap menunggu waktu 30 hari baru ditransfer.

Setelah dibatalkan diminta mengisi formulir dan menyerahkan ke costumer service. Perdebatan pun kembali terjadi soal tunai atau transfer.

Petugas laki-laki itu berpatokan pada pembatalan tunai berdasarkan data yang diisi petugas bagian pembatalan. Padahal itu agar proses pembatalan bisa cepat. Sebab yang penting dibatalkan dulu. Karena kalau menunggu harus lewat transfer dikhawatirkan waktu habis untuk mengisi formulir dan input data.

Baca Juga  Program Aik Bakung Kumpulkan 26 Kantong Darah

Akhirnya sepaham pengembalian lewat transfer. Satu persoalan selesai. Kini harus ke Pulo Gebang mencari Bus ke Malang. Dua buah Grab meluncur. Belum sampai Pulo Gebang, mobil berhenti. Bus menuju Malang lewat, lalu dihentikan sopir Grab. Setelah nego, soal ongkos sepakat.

Barang dari Grab dikeluarkan dan dipindahkan ke bus. Kontingen ikut naik. Di Pulo Gebang, agen meminta ongkos tambahan. Padahal tadi sudah disepakati dengan sopir. Adu argumen pun tak terelakkan.

Agen beralasan karena sopir grab minta fee karena merasa berjasa mendatangkan penumpang. Akhirnya jalan tengah diambil. Ongkos tambahan Kontingen hanya dibayar separonya saja.

Selepas Magrib, bus meluncur menuju Malang. (bersambung)

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar