PANGKALPINANG – Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman menginginkan segera adanya action yang cepat agar regulasi terkait hilirisasi Logam Tanah Jarang (LTJ) dapat diterbitkan, sehingga tidak terus merugikan Babel.
Gubernur khawatir jika tidak cepat adanya regulasi lain yang mengikat, akan berdampak kepada Bumi Serumpun Sebalai sendiri. Sebagaimana diketahui, Bangka Belitung merupakan bagian dari The Indonesian Tin Belt, tentunya sangat berkaitan dengan LTJ.
“Ada beberapa hal yang harus kami sampaikan agar kita tidak terlena, kita seharusnya sudah action jangan sampai cadangan kita habis karena ada sebagian dijadikan negara lain sebagai cadangannya. Dimanfaatkan sembari mereka mengembangkan teknologi yang mumpuni, kita butuh regulasi yang kuat dan pengawasan yang ketat, “ujarnya saat menghadiri kegiatan Round Table Discussion Hilirisasi Mineral dan LTJ untuk Pertumbuhan Ekonomi yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Nasional (LKN) RI secara virtual, Kamis (19/8/2021).
Di hadapan Menteri ESDM, Gubernur LKN, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Kepala Bapeten, serta perwakilan dari intansi terkait, Gubernur Erzaldi menuturkan, sebelumnya Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pemprov. Babel) telah berupaya dengan mengeluarkan kebijakan berupa Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Mineral Ikutan dan Produk Samping Timah. Namun, dengan terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, menyebabkan perda tersebut otomatis tidak berlaku.
“Tidak berhenti di situ, upaya kami saat ini kami juga telah membentuk Tim Pengkajian Hilirisasi LTJ bersama Lemhanas, dan juga membentuk Satgas Ekspor Mineral Ikutan Bijih Timah bersama Kemenko Marves, “tuturnya.
Tidak hanya itu, Gubernur mengatakan Pemprov. Babel telah membuat Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional tahun 2015-2025 khusus LTJ. Pihaknya sudah membuat RPIP dan kawasannya juga sudah dibuat yakni di kawasan Sadai.
“Dan alhamdulilah sudah ada beberapa perusahaan yang memurnikan, namun kegiatan ini belum sepenuhnya diperkuat dengan regulasi dari pemerintah kita sebagai jaminan investasi agar berjalan baik. Sekarang zirkon sudah bisa dimurnikan tinggal bagaimana industrinya kita harap ada juga di Babel. Kita terus mendorong industri permurnian tersebut, dan apabila perlu swasta dilibatkan dan tentunya dengan regulasi yang kuat. Jangan sampai nanti LTJ ini dianggap sebagai limbah padahal masih banyak mineral ikutan yang bernilai tinggi,” tegasnya.
Sementara itu, Alwin Albar dari PT Timah Tbk menuturkan, estimasi kemampuan produksi monasit PT Timah adalah 1000-2000 ton/tahun.
“Dalam hal pengumpul sebagai korporasi, PT Timah tetap mempertimbangkan perekonomian dan kami siap membangun hilirisasi jika ada teknologi yang proven kapasitas feed 1000 ton/tahun, “ungkapnya.
Diakuinya, kesulitan informasi teknologi komersil pengolahan monasit untuk menghasilkan LTJ sangat terbatas dan dikuasai China. Sedangkan PT Timah kesulitan dalam memperoleh teknologi pengolahan monasit secara komersial.
“Untuk itu, perlu dukungan pemerintah untuk memperolah teknologi hilirisasi selanjutnya, “ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif mengatakan saat ini LTJ asal Bangka Belitung menjadi prioritas. Karenanya, pihaknya akan terus mendorong percepatan aturan terkait LTJ.
“Perlu diketahui bahwa dalam percepatan penbentukan aturan tersebut ada hal yang tidak bisa ditawar yakni masalah lingkungan, untuk itu perlu sinergitas semua pihak, baik itu Kementerian KLHK serta pihak terkait lainnya, “ungkapnya.
Dikatakannya lagi, bahwa pemanfaatan LTJ ini menjadi PR (pekerjaan rumah) karena ada beberapa hal yang harus dilakukan secara beriring, yakni peningkatan sumber daya manusia dan teknologi terapan hilirisasi mineral yang mumpuni. (rel)