Gubernur Babel Ingin Pendidikan Inklusif Berjalan Maksimal

TANJUNGPANDAN – Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Erzaldi Rosman beranggapan bahwa pendidikan inklusif yang berkonsep menggabungkan proses pembelajaran anak-anak normal dan anak berkebutuhan khusus merupakan hal penting untuk diselenggarakan.

“Karena sistem tersebut memungkinkan siswa difabel yang mengalami disabilitas intelektual untuk tumbuh dan berkembang karena bergabung pada lingkungan yang sama,” ujar Gubernur saat menjadi narasumber dalam webinar NGOPI (Ngobrol Pendidikan Insklusi) tentang ‘Kisah Inspiratif Perempuan Cerebral Palsy’, Sabtu (18/9/2021).

Sehingga hal ini dapat menjadi wadah bagi anak berkebutuhan khusus untuk bersosialisasi dengan keanekaragaman yang ada. Gubernur Erzaldi mengatakan berbagai langkah sudah dilakukan Pemprov Babel, diantaranya menyiapkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang menyelenggarakan pendidikan inklusif tersebut.

“Hingga saat ini, siswanya berjumlah 78 orang dengan frekuensi pertemuan 2-4 kali dalam seminggu,” ujarnya.

Gubernur menekankan bahwa dalam pendidikan inklusif dapat membuat anak berkebutuhan khusus tidak merasa dikucilkan, maka kesuksesan penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif harus didukung tenaga pengajar yang kompeten dibidangnya, sehingga ke depan harus memperbanyak guru khusus tersebut.

Baca Juga  Omset Turun, Pemilik Warung Ini Justru Berencana Bagikan Makanan Gratis 200 Porsi Sehari

“Tentunya pembelajarannya akan sangat berbeda dengan siswa pada umumnya, hal inilah yg kita terus kembangkan dan perlu masukan dari masyarakat,” ungkapnya.

Di samping pola pembelajaran inklusi, Pemprov. Babel juga sedang meningkatkan berbagai fasilitas Sekolah Luar Biasa (SLB) di Babel secara bertahap, seperti pendirian asrama maupun pengadaan kendaraan antar jemput untuk para siswa.

Berbagai langkah diatas tidak akan berhasil, jika peran masyarakat tidak mendukung akan hal ini. Karena keterlibatan masyarakat sangat penting dalam membentuk karakter anak berkebutuhan khusus maupun kaum difabel.

“Jangan sampai mereka canggung, takut, dan tidak percaya diri, kita harus melibatkan mereka agar mereka semakin percaya diri,” ungkapnya.

Ia mencontohkan, seperti yang sudah dilakukan Isyarat Kopi Sungailiat, kedai tersebut memperkerjakan para disabilitas dalam kesehariannya, sehingga mereka banyak berinteraksi dengan masyarakat, maka ia berharap kedai kopi tersebut mendirikan cabang-cabang lain seantero Babel.

Baca Juga  Pemprov Babel Bakal Dirikan "Children's Autism Assessment Center" di Tiap Kabupaten/Kota

Kisah Inspiratif Safrina, Penderita Cerebral Palsy

Dalam webinar tersebut, Safrina Rovasita (31) menceritakan kisah inspiratifnya. Ia adalah seorang penderita cerebral palsy (CP) atau lumpuh otak, sehingga bungsu yang terlahir dari pasangan Suprapto dan Masriyah itu mengalami kesulitan dalam berbicara dan berjalan.

Namun, tak ada yang menyangka dibalik keterbatasannya, ia merupakan guru yang mahir mengendalikan anak berkebutuhan khusus.

Ia mengisahkan dengan keterbatasan fisiknya, sehingga dianggap anak-anak seusianya merepotkan sewaktu menempuh pendidikan sekolah. Namun hal itu tak menyurutkan niatnya untuk belajar yang giat melebihi anak berkebutuhan khusus seumurnya.

“Bahkan, prestasi sekolahnya terbilang di atas rata-rata. Cibiran dari anak sebaya tak membuat saya ciut semangat,” ujarnya terbata-bata.

Baca Juga  Plt Sekda Mie Go Ungkap Rencana Pembangunan SMA di Gerunggang

Saat ia bersekolah di SLB Kalibayem, Yogyakarta. Beberapa guru sempat menganggapnya menderita keterbelakangan mental (idiot). Namun, Safrina membuktikan sebaliknya.

Hasilnya, Safrina diterima kuliah di Jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tanpa tes seleksi, tetapi hanya berdasar nilai rapor SMA yang memuaskan. Ia kemudian mengikuti UAN lewat Kejar Paket C dan berhasil lulus, bahkan saat ini ia sudah menyelesaikan progran magisternya di BKI UIN Suka Yogyakarta.

Wanita yang memiliki hobi menjadi penulis ini, kini kesehariannya mengajar sebagai guru PNS di SLB Negeri 1 Bantul dan sejak tahun 2011 bergabung dalam organisasi Wahana Keluarga Cerebral Palsy (WKCP), tempat para penyandang CP berbagi informasi dan berkegiatan.

“Setiap anak berkebutuhan khusus perlu pendekatan yang berbeda, termasuk cara mengajarnya yang membutuhkan kesabaran ekstra. Kita harus menjadi seperti orang tua mereka sendiri,” pesannya. (rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *