Praktik Suap Penguasaha ke DPRD Diduga Terjadi di Daerah Lain, KPK Diminta Tingkatkan Penindakan

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa praktik suap pengadaaan dan pengesahan APBD yang terjadi di Muara Enim diduga juga dilakukan di banyak daerah lain.

Pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan, terjadinya praktik permainan antara penguasaha, wakil rakyat dan kepala daerah karena selama ini hukum yang diterapkan pada pelaku belum memberikan efek jera.

Pendapat Suparji, kondisi makin diperparah dengan sikap permisif dalam proses penyusunan anggaran. Sehingga menyebabkan praktik suap kerap terjadi.

Baca Juga  Cegah Korupsi dengan Menjaga Integritas

Ia mengatakan, selama ini pakta integritas pemberantasan korupsi masih sebatas retrotika dan daftar keinginan.

Apalagi, kebutuhkan politisi tidak bisa hanya ditopang dari penghasilan resmi sebagai wakil rakyat.

Atas dasar itu, Suparji mendesak KPK agar lebih masif melakukan pendidikan dan pengawasan terhadap pejabat yang berpotensi terjebak dalam kasus suap.

“Harus lebih progresif. Tingkatkan pencegahan, pengawasan dan penindakan,” demikian kata Suparji dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (15/12/2021).

Adapun anggota DPRD Kabupaten Muara Enim yang ditahan KPK berjumlah 15 orang.

Baca Juga  Grand Max Nyungsep di Simpang Bulin

Para tersangka diduga menerima pemberian uang sekitar sejumlah Rp 3,3 miliar sebagai “uang aspirasi” atau “uang ketuk palu” yang diberikan oleh Robi Okta Fahlevi, salah satu kontraktor yang telah berpengalaman mengerjakan berbagai proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.

Tujuannya, agar Robi bisa kembali mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim tahun 2019. (RMOL.ID)

Tinggalkan Balasan