Tolak KIP Teluk Kelebat Dalam, Nelayan 10 Desa di Pulau Bangka Adakan Musyawarah

BANGKA – Ratusan nelayan yang tergabung dalam Forum Nelayan Pecinta Teluk Kelebat Dalam (TKD) bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Bangka Belitung, mengadakan musyawarah menolak aktivitas Kapal Isap Produksi (KIP) PT Timah diperairan Teluk Kelebat Dalam.

Musyawarah berlangsung di Dermaga Desa Pusuk, Kamis (29/10/2021) pukul 15.00 WIB, dihadiri nelayan dari 10 desa meliputi Desa Pusuk, Bakit, Semulut, Rukem, Kapit, Tuik, Beruas, Pangkalniur, Berbura, dan Riding Panjang.

Ketua Umum Nelayan Pecinta Teluk Kelebat Dalam, Martono mengatakan, musyawarah tersebut atas inisiatif para nelayan dalam menanggapi hasil rapat Forkopimda Babel di Hotel Santika pada tanggal 22 Oktober 2021, lalu.

“Perwakilan masing – masing nelayan dari 10 desa menyampaikan sikap penolakan operasi KIP dan aktivitas pertambangan jenis apapun di perairan Teluk Kelebat Dalam,”ujar Maryono, Senin (1/11/2021).

“Sedangkan BEM Babel memaparkan kajian baik dari persfektif, dampak lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya serta yuridis berkenaan dengan adanya KIP di perairan Teluk Kelebat Dalam. Bukan itu saja evaluasi atau melihat fakta lapangan mengenai dampak beroprasi KIP di kawasan perairan Bangka Belitung dari oprasi KIP juga dibahas dalam musyawarah,”tambahnya.

Dijelaskan Maryono, perairan Teluk Kelebat Dalam merupakan tempat para nelayan mengantungkan hidup sehari – hari. Masyarakat nelayan di kawasan ini sudah berabad- abad menempati dan melakukan aktivitas perekonomian, sosial dan budaya dengan tetap menjaga alam mereka dari kerusakan manusia.

Dalam sejarah peradaban Bangka
Belitung Teluk Kelebat Dalam memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat dari sektor ekonomi, sudah ribuan tahun nelayan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat dengan mengoptimalkan kekayaan dan fauna di laut seperti ikan, terumbu karang, udang, kepiting, rumput laut, hutan magrove dan lain-lain.

Kekayan laut tersebut menjadi mata pencaharian masyarakat setempat yaitu nelayan, ada ribuan nelayan
setiap hari melaut (menangkap ikan, udang, kepiting dan jenis lainnya) yang bergantung kehidupannya untuk mencukupi keluarga dari turun temurun.

Hasil melaut kemudian
mereka jual dengan tengkulak atau
pengepul kemudian tengkulak
menjualkan ke pasar dan dipasar
tradisoanal dan beli dan dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan daging laut untuk masyarakat Bangka Belitung.

Udang yang banyak didapati di TKD memiliki nilai ekspor tinggi, selain itu TKD dimanfaatkan masyarakat untuk budidaya rumput laut, jenis kerang, ikan kerapu dan lain-lain yang memiliki nilai jual sangat tinggi.

Baca Juga  Tracing Kontak Erat di Babel Masih Minim, Panglima TNI Perintahkan Tangani Covid-19 Extraordinary

“Teluk Kelebat Dalam bukan
hanya sebagai tempat kami mencari makan, tapi lebih dari itu sebagai warisan alam yang harus dijaga dari leluhur atau orang tua kita terdahulu.

Dia menegaskan tidak pernah jumpai dalam sejarah bahwa nenek moyang asli Bangka Belitung sebagai penambang terkhusus di Teluk Kelebat Dalam, melainkan sebagai nelayan.

“Tradisi budaya di laut dan tarian, alat nelayan banyak kita
jumpai yang sampai saat ini masih
dilestarikan. Para orang tua kita dulu
mengajarkan dan mewarisi bagaimana menjaga atau bersahabat dengan alam bukan merusak alam dan habitatnya, maka dari itu perairan Teluk Kelebat Dalam Selakau mereka lindungi dari kerusakan yang disebabkan manusia,”tuturnya.

Namun, kekayaan alam dan mata
pencaharian sebagai penopang
kehidupan masyarakat nelayan yang sudah dijaga kelestariannya sejak dulu terancam hilang dengan adanya aktivitas pertambangan.

Aktivitas pertambangan, dikatakan Maryono tidak pernah menguntungkan masyarakat setempat melainkan hanya memperkaya kelompok-kelompok besar dan pengusaha luar.

“Bukan dilakukan oleh masyarakat nelayan pesisir atau setempat, melaikan orang-orang luar yang tidak bertanggung jawab atas kerusakan laut yang terjadi dan tidak sama sekali mampu menggerakan ekonomi masyarakat Teluk Kelebat Dalam melainkan mematikan gerakan ekonomk masyarakat setempat,”

“Perjuangan melawan aktivitas
pertambangan sudah dilakukan
hampir 10 tahun baik jalur penegakan hukum maupun desakan kebijakan pemerintah yang mana perjuangan itu konsisten seperti perjuangan leluhur terdahulu yang kita kenal
dengan tradisi ampak atau menghilangkan timah,”sambungya.

Penambangan di laut memiliki
banyak dampak kerusakan yang
parah, seperti tingkat kekeruhan air laut sangat tinggi dan endapan yang menyebabkan terancam hilangnya habitat laut dan kerusakan terumbu
karang.

Dampak utama dari oprasi
KIP adalah sedimentasi karena tailing langsung dibuang dari
kapal isap menyebabkan ekosistem vital terumbu arang mati merata karena tertutup sendiment.

Secara geografis Teluk Kelebat Dalam memiliki luas 16,3 ribu hektar dan merupakan pesisir yang berbentuk teluk sempurna dengan arus dan gelombang kecil maka konsokeunsinya limbah zat kimia tersebut terdiaspora ke bagian lain dan cenderung hanya berputar diwilayah peperairan tersebut.

Menurut penelitian yang dilakukan Jeanne darc Novianti Manik dengan judul “ Kebijakan Pertambangan Laut Timah yang Berdampak Pada Lingkungan” Setiap hari 1 buah KIP mampu menghasillan .700 m3 sampah sendimentasi, dan dapat dibayangkan jika ada sekitaran 7 buah KIP beroprasi dapat membawa setidaknya 18.900 m3 sendimentasi perhari.

Baca Juga  Hari Jadi Ke-21 Babel, Gubernur Sampaikan Sejumlah Capaian Kinerja

“Maka itu dari itu Undang-undang
No 1 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam Pasal 35 melarang melakukan penambangan yang dapat merusak ekosistem perairan dan merugikan masyarakat sekitarnya.

Kemudian Keputusan Menteri dan
Perikanan No. 33 Tahun 2002 tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Pengusahaan Pasir Laut melarang kegiatan pertambangan laut dalam zona perlindungan kawasan pelestarian alam, dan taman nasional serta perairaan kurang dari atau sama 2 mil laut diukur dari garis pantai pada pasal 4 dan 5.

“Teluk Kelabat Dalam merupakan penyangga Taman Nasional Gunung Maras yang kedalaman kurang dari 10 meter dengan hutan mangrove sangat luas 10.105 hektar sebagai hutan lindung pantai terdiri dari 12 pulau-pulau kecil yang ditetapkan oleh Pemerintah Derah Bangka Belitung sebagai wilayah zona perairanan budidayadan perikanan tangkap ikan melalui PERDA No 3 Tahun 2020 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,”

“Pulau Mengkubung dan pulau Nanas yang terdapat di TKD melalui PERDA tersebut ditetapkan sebagai zona wisata alam,”terangnya.

Berdasarkan hal ini rencana oprasi KIP PT Timah di TKD sangat bertentangan dan tidak sesuai berbagai aturan yang telah ditetapkan. 3 Tahun 2020 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pulau Mengkubung dan pulau Nanas yang terdapat di Telek Kelebat Dalam melalui PERDA tersebut sebagai zona wisata alam.

Maka itu nelayan berkesimpulan rencana oprasi KIP PT Timah di Teluk Kelebat Dalam sangat bertentangan dan tidak sesuai berbagai aturan yang telah ditetapkan.

Sedangkan Dokumen AMDAL dinilai hanya seceremonial yang seharusnya dapat melindungi masyarakat dari bahaya lingkungan disebabkan oleh kapal isap.

Namun untuk memuluskan dan melindungi perbuatan yang dibuat tidak melibatkan dan keterbukaan informasi pada masyarakat serta dianggap tidak sesuainya implementasi dilapangan sehingga AMDAL dibuat dan disetujui Kepala Daerah sehingga patut dipertanyakan dan dipertangjawabkan.

“Bagaimana mungkin disetujui AMDAL KIP PT Timah di perairan
Teluk Kelabat Dalam dengan kondisi geografis, lingkugan, ekonomi, dan
sosial seperti yang telah dipaparkan diatas”

Baca Juga  HUT Bhayangkara ke - 77, Polda Babel Gelar Turnamen Bola Voli Bersama Masyarakat

“Sosialisasi KIP PT Timah yang dilakukan pada 6 Oktober 2021 di Desa Bakit tidak melibatkan sama sekali nelayan Teluk Kelebat Dalam, dan rapat lanjutan Forkopimda Bangka Belitung tidak mempertimbangkan dan mendengarkan aspirasi masyarakat nelayan dari 10 Desa di kawasan Teluk Kelebat Dalam,”tegasnya.

Nelayan menilai hasil rapat lanjutan tersebut membuktikan ketidak konsistenan Forkopimda dalam penetapan dan perencanaan wilayah Teluk Kelebat Dalam dan lebih mementingkan pada kelompok danpengusaha besar.

Oleh karenanya Nelayan yang tergabung dalam Forum Nelayan
Pecinta Teluk Kelabat Dalam
mengeluarkan sikap penolakan
terhadap aktivitas pertambangan di Teluk Kelabat Dalam diantaranya;

1.Meminta Gubernur segera
memfasilitasi ruang audinesi
masyarakat nelayan dan
Mahasiswa yang dihadiri PT.
Timah, Kementrian ESDM,
Kementrian KLHK, Kementrian
Kelautan dan Perikanan.

2.Meminta PT Timah untuk
tidak melakukan Operasi KIP di
perairan Teluk Kelabat Dalam
dan segera mencabut SPK yang
ditelah dikeluarkan serta meminta
maaf kepada masyarakat atas konflik horizontal yang terjadi.

3.Meminta Gubernur untuk mencabut dan bertanggung jawab atas izin lingkungan yang telah dikeluarkan melalui keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bangka Belitung Nomor: 188.4/44/LH DPMPTSP/2019.

4.Mendesak Komisi 4 DPR RI untuk segera evaluasi Kinerja PT. Timah baik dari konsepsi good mining praktis, AMDAL, hingga CSR/ CSF yang semuanya diatur dalam undangundang.

5.Mendesak KLHK untuk segera
mengeluarkan Permen terkait
perlindungan lingkungan dan
ekosistem di wilayah kelabat
dalam.

6.Mendesak Menko Kemaritiman untuk mengeluarkan Permen sebagai ikhtiar dan keseriusan Negara di bidang
kemaritiman dengan cara mendorong potensi Perikanan budidaya dan pemberdayaan masyarakat.

7. Mendesak APEKSINDO
untuk segera bersikap terhadap
gejolak yang sedang dialami
daerah Pesisirdan kepulauan
di teluk kelabat dalam sesuai
dengan komitmen APEKSINDO
dalam munas kedua yang di
selenggarakan di Tanjung Ru,
kabupaten Belitung provinsi Bangka Belitung.

8.Menolak dengan tegas Jenis
Konpensasi dan CSR jenis Kemaritiman untuk mengeluarkan Permen sebagai ikhtiar dan keseriusan Negara dibidang
kemaritiman yaitu mendorong potensi Perikanan budidaya dan pemberdayaan masyarakat.

Sementara Gubernur Babek Erzaldi Rosman dan Humas PT Timah Anggi Siahaan hingga berita ini dipublis masih dalam upaya konfirmasi. (gl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *